[JP edisi 1] La Révolution Surréaliste
In JURNAL PARAGRAPHSelasa, 15 Desember 2009
DOWNLOAD
Jurnal Paragraph edisi 1
Versi PDF
untuk baca di AdobeReader
Versi DJVU
untuk baca di WinDjview
Surealisme memang bukan barang baru lagi di dunia seni dan kesusastraan. Ia (baca: surealisme) telah menggurita ke seluruh penjuru dunia. Bentuknya yang nyeleneh dan kontra logika itu telah berhasil membuat para pelaku seni begitu terpesona dan membuat orang-orang awam terperangkap dalam labirin enigma. Lukisan-lukisan yang ganjil, narasi-narasi yang berlompatan dengan begitu gaib, dan segala macam hal yang sepertinya tidak berpijak dalam realitas konvensional, telah bermunculan ke permukaan tanpa bisa dibendung lagi dengan cara apa pun. Begitulah. Akhirnya, surealisme pun hadir di sela-sela perbincangan di meja makan, di ruang tunggu rumah sakit, di stasiun kereta, dan di warung rokok pinggir jalan. Surealisme sudah menjadi bahan pergunjingan yang lumayan menyenangkan.
Namun, apakah surealisme itu?
Pengertian
Surealisme adalah gerakan kebudayaan yang menyeru kepada alam bawah sadar. Sebuah usaha untuk merayakan mimpi-mimpi yang semalam hadir di dalam tidur kita. Para Surealis sering membiarkan pikirannya mengalir dengan bebas ke dalam halaman kertas tanpa berusaha mengaturnya, sehingga mimpi yang mereka tulis ulang itu bisa hadir secara jujur dan apa adanya. Seorang pengarang/pelukis surealisme berharap, bahwa setiap mimpi yang mereka tulis/lukis ulang dan menjadi sebuah cerita/lukisan itu mampu menerjemahkan “diri” si pengarangnya atau dapat menjelaskan kondisi sosial di masyarakat.
Sejarah Singkat Surealisme
Surealisme lahir di Paris, Perancis, pada tahun 1924. Dengan diterbitkannya Manifesto Surealisme yang ditulis oleh Andre Breton, penulis sekaligus psikiatri asal Perancis, surealisme resmi menjadi sebuah gerakan kebudayaan baru. Bahkah, secara eksplisit Andre Breton mengatakan bahwa surealisme adalah sebuah gerakan revolusioner. Setelah itu, secara bertahap gerakan surealisme pun menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Bisa dikatakan surealisme adalah kelanjutan dan pengembangan dari gerakan Dada, yang lahir ketika Perang Dunia I sedang berkecamuk. Perang Dunia I telah menyebabkan seniman dan penulis yang semula berkumpul di paris berpencar. Selama berada di luar Paris, para seniman dan penulis itu kemudian tergabung dalam gerakan Dada. Gerakan Dada murni bersifat politis. Dada lahir atas dasar kekecewaan terhadap kehancuran besar-besaran yang disebabkan oleh perang. Kaum Dadais percaya bahwa pikiran rasional yang berlebihan bisa mengakibatkan konflik mengerikan di dunia. Kaum Dada mengejek rasionalitas dan mengusung irasionalitas. Menurut mereka, rasionalitas adalah belenggu kebudayaan yang sudah semestinya dibongkar. Sebagai akibatnya, kaum Dada sering terlihat eksentrik dan anti-rasional dalam berkarya. Mereka meracau dengan kata-kata ganjil keras-keras, menyobek kata-kata yang terdapat di koran-koran lantas menyusunnya kembali untuk kemudian disebut sebagai puisi, memberi kumis pada lukisan Monalisa, dan menyatakan ke publik bahwa celana dalam dan tiang listrik adalah sebuah karya seni. Gerakan surealisme adalah pengembangan dari gerakan Dada tersebut, tapi lebih fokus menyorot kepada alam bawah sadar dan mimpi-mimpi yang berasal dari hasrat-hasrat yang terkekang. Bisa juga dikatakan bahwa surealisme adalah tindakan yang bersifat asketis.
Dalam Wikipedia tertulis bahwa para surealis bertujuan memperbaharui pengalaman manusia, meliputi aspek individu, budaya, sosial dan politik, dengan membebaskan manusia dari apa yang mereka lihat sebagai rasionalitas palsu, kebiasaan (custom) dan pola (structure) terbatas.
Surealisme dan Freud
Menurut kontributor Encarta Reference Library, Claude Cernuschi, para surealis secara hebat dipengaruhi oleh Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis dari Austria. Mereka terutama sangat menerima pembedaannya antara ego dan id, yaitu antara naluri-naluri dan hasrat-hasrat utama kita (id) dan corak perilaku kita yang lebih beradab dan rasional (ego). Sejak tuntutan dan kebutuhan utama kita secara berkala berjalan bersinggungan dengan pengharapan masyarakat, Freud menyimpulkan bahwa kita menekan hasrat asli kita ke dalam bagian bawah sadar pikiran kita. Untuk individu yang ingin menikmati kesehatan kejiwaan, ia rasa, mereka harus membawa hasrat-hasrat itu ke pikiran sadar. Freud percaya bahwa – mengesampingkan desakan tuntutan untuk menekan hasrat-hasrat – yang ada di pikiran bawah sadar tetap menampilkan dirinya, terutama ketika pikiran yang sadar melonggarkan cengkeramannya; dalam mimpi, mitos, corak kelakuan ganjil, terpelesetnya lidah, ketidaksengajaan, dan seni. Dalam pencarian untuk mendapatkan akses ke alam pikiran bawah sadar, para surealis menciptakan bentuk dan teknik baru seni yang radikal.
Dalam tulisannya yang bertajuk Surealisme dalam Prosa, Noor H. Dee menulis begini: “Mimpi yang tidak beraturan, menurut Sigmund Freud, lahir dari hasrat-hasrat terpendam yang bersemayam di dalam alam bawah sadar. Saat menjalani kehidupan, dalam diri manusia memang selalu terjadi pertikaian sengit dan pergulatan seru dalam memperebutkan dominasi antara Id (hasrat/gharizah) dan ego (etika), atau kalau menurut Kierkergard, selalu ada pertarungan antara estetis yang impulsif dan etis yang santun—dan salah satu yang kalah akan menempati ruang di alam bawah sadar. Dengan surealisme, alam bawah sadar yang selama ini terkunci di dalam goa-goa yang pekat nihil cahaya, akan dapat dihadirkan secara terang-terangan.”
Teknik Surealisme
Barangkali teknik yang sering dipakai dalam karya-karya surealisme adalah teknik otomatisme. Otomatisme adalah menulis dengan cara tanpa melakukan sensor terhadap tulisan. Dalam otomatisme, imaji tidak boleh dibebankan makna dan tujuan. Sebab, menurut Carl Jung, otomatisme bukanlah untuk menghakimi imaji bawah sadar, melainkan menerimanya sebagaimana ia masuk ke dalam kesadaran sehingga dapat dianalisis.
Andre Breton dan Philippe Soupault, penulis asal Perancis, telah menggunakan teknik otomatisme ini dalam karyanya yang berjudul The Magnetic Fields (Les Champs Maqnétiques). The Magnetic Fields bisa dikatakan sebagai karya sastra surealis pertama. Beberapa penulis surealis kemudian mengikutinya. Mereka membuat catatan-catatan dari mimpi, beralih pada teknik otomatisme untuk mengakses alam bawah sadar. Dalam penulisan otomatis para surealis membiarkan pikirannya mengalir dengan bebas ke dalam halaman kertas tanpa mencoba untuk menyunting atau mengaturnya. Hasil aliran kata-kata tersebut seringkali susah dimengerti. Para pembaca sering dibuat bingung karenanya. “Tulisan ini maksudnya apa?” begitulah kira-kira kalimat yang terlontar dari mulut seorang pembaca.
Dampak Surealisme
(di sub-bab ini, penulis merasa kelelahan dan memutuskan untuk mengcopy-paste saja dari Wikipedia tanpa ditambahi sedikit pun tapi dikurangi sedikit saja)
Surealisme memiliki dampak pada politik radikal dan revolusioner, baik langsung—beberapa surealis menggabungkan diri dengan partai, gerakan dan kelompok politik radikal—dan tak langsung—melalui penekanan pada hubungan antara pembebasan imajinasi dan pikiran. Hal ini tampak khususnya dalam Gerakan Kiri Baru tahun 1960-an dan 1970-an serta pemberontakan Prancis Mei 1968 dengan slogan “Kekuatan untuk imajinasi” yang muncul langsung dari pikiran dan praktek surealis Prancis.
Banyak gerakan kesusastraan penting di paruh abad 20 secara langsung dan tak langsung dipengaruhi ide surealisme. Periode ini dikenal sebagai era postmodern. Meskipun tidak ada definisi dasar untuk postmodernisme, banyak tema dan teknik postmodernis yang mirip dengan surealis. Kemungkinan para penulis era postmodern yang memiliki gaya mirip surealis adalah para penulis drama di “Theatre of the Absurd”. Meskipun bukan gerakan terorganisir, kelompok drama ini memiliki banyak kesamaan (dalam tema dan teknik) dengan surealisme sehingga wajar jika mereka disebut mendapat pengaruh dari gerakan tersebut.
Eugene Lonesco secara khusus memuji Surealisme. Dia menyebut Breton sebagai salah satu pemikir penting dalam sejarah. Samuel Beckett juga penggemar surealisme bahkan dia sering menerjemahkan puisi surealis ke dalam Bahasa Inggris. Beckett memiliki hubungan dekat dengan mentor sekaligus rekannya, James Joyce. Philip Lamantia dan Ted Joans sering dikelompokkan sebagai penulis surealis dan Beat. Banyak penulis Beat yang menyebut surealisme memberikan pengaruh penting.
Beberapa contoh adalah Bob Kaufman, Gregory Corso dan Allen Ginsberg. Dalam budaya populer, penulisan lirik bergaya stream of consciousness dari Bob Dylan (1960-an dan 1980-an s.d 2006) memiliki hubungan dan citra surealisme. Realisme Magis (Magic Realism), teknik penulisan populer di paruh abad 20-an—khususnya digunakan oleh para penulis Amerika Latin—menunjukkan pengaruh surealisme dengan adanya kombinasi pengalaman normal dan dunia mimpi. Kepopuleran Realisme Magis di ranah kesusteraan Amerika Latin tertutupi oleh pengaruh surealisme dari para pelukis Amerika Latin sendiri, misalnya Frida Kahlo.
Selesai. Semoga bermanfaat. Selamat menulis dan selamat merayakan irasionalitas dalam berkarya. (tukangtidur-rexoholic@yahoo.com/dari berbagai sumber)
Related Posts:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar